Islam adalah penyerahan
penyerahan adalah keyakinan
keyakinan adalah pembenaran
pembenaran adalah pengakuan
pengakuan adalah pelaksanaan
dan pelaksanaan adalah amal

Monday 27 September 2010

Kisah Lukman, anaknya dan keledai


Janganlah menghiraukan orang lain, semuanya salah.

Ingatlah manakala pada suatu pagi cerah Lukman Al Hakim mengajak anaknya ke pasar. Mereka berniat menjual keledai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Maka, berangkatlah Lukman, anaknya, dan keledai itu. Lukman naik ke atas punggung keledai, sedangkan anaknya berjalan menuntun keledai ke pasar yang berjarak 10 kilo (meter) dari rumah mereka.

Ditengah jalan berpapasanlah Lukman dan anaknya dengan sekelompok orang. Orang-orang itu mencibir Lukman dengan kata-kata, ”Dasar orang tua mau enaknya sendiri, umurnya saja yang banyak otaknya tak ada, lihatlah, ia enak-enakkan duduk di atas keledai sedangkan anaknya ngos-ngosan berjalan di tengah padang pasir yang kian terik.”

Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.
Karena mendengar kritik pedas ini, Lukman pun turun. Ia lalu menyuruh anaknya menggantikan posisinya di atas punggung si Keledai. Bapak dan anak ini kemudian melanjutkan perjalanan menuju pasar.

”Anak tak tau diri, masak ia duduk nyantai di atas keledai sementara orang tuanya berjalan kaki. Anak durhaka!” kata seorang yang yang sedang duduk di sebuah warung yang mereka lewati.

Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.

Mendengar itu mereka berhenti sejenak. Berfikir. Akhirnya sepakat untuk berdua naik keledai yang telah ngos-ngosan sejak tadi. Perjalanan berlanjut.

”Hahahahaha…,” sekarang mereka ditertawakan seseorang yang mimiliki jenggot sedada. ”Dasar edan, tak punya pri-kebinatangan, tak punya rasa kasihan. Masa binatang begini kecil, begini ringkih, dinaikki dua orang yang sebesar itu!? cibir seseorang yang melihat mereka berdua mengendarai keledai.

Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.

Mereka lalu turun dari keledai. Anaknya mengusulkan bagaimana kalau keledai itu digotong saja. Lukman setuju. Diikatlah kaki keledai, dua-dua, yang depan dan belakang. Kemudian diantara kaki keledai itu mereka masukkan sebatang kayu untuk menggotong. Mereka berjalan lagi. Keledai itu sekarang terbalik posisinya, kaki di atas dan kepala di bawah, meronta-ronta dalam gotongan Lukman dan anaknya.

Melihat perihal ini, orang-orang yang mereka papasin semakin pedas omongnya. ”Apa kalian memang benar-benar telah gila? Keledai hidup kok digotong seperti mati?”

Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.
Lalu mereka menurunkan keledai dan melepaskan ikatannya. Sekarang mereka berjalan bertiga: Lukman, anaknya, dan keledai. Tapi apa yang terjadi. Seseorang yang mereka temui kemudian malah berkomentar, ”Dasar bapak dan anak sama bodoh dengan keledainya. Ada tunggangngan kok gak dinaiki?”

Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.

Mereka lalu memutuskan untuk istirahat sebentar. Duduklah Lukman, anaknya, dan si Keledai di bawah sebatang pohon kurma. Mereka mencoba menghilangkan dahaga dengan meneguk air dari oase yang berada tak jauh dari situ.

Apa kata Lukman pada anaknya kala haus telah mulai berkurang? Inilah nasehatnya ;

“Sesungguhnya tiada terlepas tingkah laku seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan dari Allah SWT saja.
Barangsiapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam menjalani kehidupan.”

“Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu  sedikit keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai), dan hilang kemulian hatinya (kepribadian), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu, ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya.

“Wahai anakku, bukankah aku telah berkata kepadamu, kerjakanlah pekerjaan yang membuat engkau menjadi shaleh dan janganlah menghiraukan orang lain. Dengan peristiwa ini saya hanya ingin memberi pelajaran kepadamu.”

***
Ketahuilah ! sejak Lukman keluar dari rumah, banyak sekali orang-orang mengatakan kepada mereka kalau apa yang mereka lakukan salah. Padahal, yang mereka lakukan tadi adalah bukan dari kehendak mereka sendiri, tapi berasal dari kehendak-kehendak orang-orang tersebut. Inilah hidup ! Terkadang apa yang kita yakini benar belum tentu benar bagi orang lain, begitu juga benar bagi orang lain, juga belum tentu benar bagi kita dan bagi orang yang lain lagi.


"Apa perduliku antara aku dengan makhluk, adalah pada permulaan dalam sulbi orang tuaku, aku sendirian, kemudian aku berpindah ke dalam perut ibuku, aku sendirian, kemudian aku keluar dan masuk ke dunia juga sendirian, kemudian rohku dicabut, juga sendirian, kemudian aku pun masuk dalam kuburku sendirian pula dan datanglah kepadaku Malaikat-malaikat Munkar dan Nakir menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepadaku dalam keadaan aku sendirian pula. Kemudian amal baikku dan dosaku ditimbang dalam timbanganku, juga aku sendirian. Seandainya jika aku dikirim ke surga, aku sendirian, dan jika dikirim ke neraka aku pun sendirian pula. Maka apakah hubungan dengan manusia-manusia selainku?"

 "Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan kamu, dan takutilah akan hari (akhirat) yang padanya seseorang ibu atau bapa tidak dapat melepaskan anaknya dari azab dosanya, dan seorang anak pula tidak dapat melepaskan ibu atau bapanya dari azab dosa masing-masing sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar, maka janganlah kamu diperdayakan oleh kehidupan dunia, dan jangan pula kamu diperdayakan oleh bisikan dan ajakan setan yang menyebabkan kamu berani melanggar perintah Allah." (Luqman: 33)

Ingatlah, kebenaran datangnya dari Allah, melalui informasi wahyu dan ilham. Kebenaran bukan diukur oleh banyaknya orang yang mendukung atau kekuatan yang mempertahankannya. Kebenaran tetaplah kebenaran walaupun yang menerima hanya seorang saja.  

No comments:

Post a Comment